Sistem Rujukan Kasus Infertilitas (Berdasarkan Faktor Risiko)

  • SAMSULHADI SAMSULHADI Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ RSU Dr. Soetomo Surabaya

Abstract

Tujuan: Membuat skor infertilitas berdasarkan faktor risiko, dari keluhan klinik, sehingga memudahkan sistem rujukan. Penatalaksanaan infertilitas menjadi lebih efektif dan efisien. Tempat: -- Bahan dan cara kerja: Rangkuman Kajian Pustaka. Infertilitas yang mempunyai angka kejadian sekitar 12%, merupakan masalah yang kompleks. Penatalaksanaannya memerlukan dana yang banyak, waktu yang lama, pada sisi lain umur, terutama umur isteri, sangat mempengaruhi kesuburan. Kesuburan isteri mulai menurun pada umur 30 tahun, menurun tajam setelah umur 35 tahun. Oleh karenanya bila umur isteri < 30 tahun, diberi skor 1, umur 31 - 35 tahun skor 2, dan skor 3 untuk umur isteri > 35 tahun. Hinting (2001) pada penelitiannya mendapatkan hubungan antara lama infertilitas dan angka kehamilan kumulatif dengan perawatan konvensional. Angka kehamilan kumulatif menurun bermakna pada lama infertilitas 2 tahun atau lebih. Berdasarkan hasil ini, maka skor 1 untuk lama infertilitas 1 - 2 tahun, 2 untuk > 2 tahun, dan 3 untuk lama infertilitas > 3 tahun. Sedangkan dari faktor infertilitas, faktor yang dominan adalah faktor ovulasi, tuba/peritoneum, dan faktor sperma. Secara klinis faktor ovulasi dapat diketahui dari siklus haid. Siklus haid teratur (siklus ovulasi) mempunyai skor 1, oligomenore atau perdarahan uterus disfungsi skor 2 dan amenore skor 3. Pada faktor tuba/peritoneum, terdapat dua kemungkinan penyebab, pertama adalah akibat endometriosis, dan kedua karena sisa/cacat akibat infeksi panggul, terutama penyakit hubungan seksual (PHS), ataupun pascaoperasi panggul. Secara klinis endometriosis dicurigai bila pada wanita infertil mengeluh adanya nyeri haid, nyeri panggul, nyeri sanggama ataupun adanya massa diadneksa. Sedangkan perlekatan pascainfeksi dapat dicurigai bila ada riwayat infeksi/operasi panggul. Makin sering terkena infeksi/operasi panggul makin besar kemungkinan adanya faktor peritoneum. Faktor endometriosis, diberi skor 1 bila tidak ada gejala klinik, skor 2 bila ada satu macam keluhan nyeri, dan skor 3 bila ada dua macam keluhan nyeri atau adanya massa adneksa. Kecurigaan perlekatan pascainfeksi, skor 1 bila tidak ada riwayat infeksi/operasi panggul, skor 2 bila ada riwayat satu kali, dan skor 3 bila ada riwayat 2 kali atau lebih. Faktor infertilitas terakhir adalah faktor sperma. Normozoospermia, diberi skor 1. Skor 2 bila ada kelainan salah satu dari densitas antara 10 - 20 juta/ml, motilitas a + b: 25 - 50%, atau morfologi 5 - 15%. Skor 3 diberikan bila didapatkan salah satu dari, densitas < 10 juta, motilitas a + b < 25%, atau morfologi normal < 5%. Pasangan infertil dikatakan risiko rendah bila, skor total: < 8, termasuk sedang bila mempunyai skor total antara 9 - 12 dan berat bila > 12. Apabila salah satu komponen skor mempunyai skor 3, maka total skor langsung menjadi > 12. Pasangan dengan risiko rendah dapat ditangani di pusat pelayanan kesehatan primer, risiko sedang sebaiknya ditangani di pusat pelayanan kesehatan sekunder, dan tertier untuk yang risiko berat. Kesimpulan: Skor infertilitas ini cukup sederhana, memudahkan sistem rujukan bagi semua pihak yang terkait, mulai dari dokter umum sampai dokter spesialis, ataupun oleh paramedik untuk konseling pada pasangan. [Maj Obstet Ginekol Indones 2007; 31-1: 49-57] Kata kunci: skor infertilitas, rujukan infertilitas

Downloads

Download data is not yet available.

Author Biography

SAMSULHADI SAMSULHADI, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ RSU Dr. Soetomo Surabaya
Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi Bagian/KSMF Obstetri dan Ginekologi
Published
2016-10-14